Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Rencana pemerintah

Rencana pemerintah pusat mengizinkan taksi mengonsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dinilai sebagai bentuk "kompromi terselubung" karena masyarakat akan menganggap pemerintah propengusaha.

"Pembatasan BBM subsidi harus dikaji dengan mempertimbangkan banyak aspek," kata Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik, Sofyano Zakaria, dihubungi dari Surabaya, Sabtu (27/11/2010.

Menurut dia, jika pemerintah pusat memastikan taksi berhak mengonsumsi BBM subsidi maka kondisi tersebut bisa ditengarai bakal menyinggung rasa keadilan rakyat Indonesia. "Pernyataan serupa juga saya sampaikan kepada Menteri Koordinator Perekonomian, Hatta Rajasa," ujarnya.

Namun, jelas dia, sampai sekarang Hatta belum memberikan tanggapan apa pun. Akan tetapi, ia berharap pemerintah pusat dapat bersikap adil saat memutuskan kebijakan tersebut.

"Kalau pemerintah tetap mengizinkan taksi boleh memakai BBM subsidi, masyarakat yakin kepentingan pengusaha taksi yang kemungkinan pejabat tinggi lebih penting dibandingkan kebutuhan publik," katanya.

Padahal, bila dilihat dari kemampuan ekonomi, seorang pengusaha taksi lebih mampu membeli BBM nonsubsidi daripada masyarakat yang notabene kalangan menengah bawah.

"Adilkah kebijakan konsumsi BBM subsidi bagi pengusaha taksi yang mengoperasikan mobil mewah seperti Mercedes Benz atau Alphard," katanya.

Sementara, tambah dia, dalam Undang-undang Minyak dan Gas Bumi Pasal 28 ayat 3 sudah ditegaskan kata "golongan masyarakat tertentu".

"Kenapa pemerintah tidak menggunakan pasal tersebut untuk menegaskan pembatasan BBM subsidi hanya kepada golongan itu," katanya.

Seharusnya, lanjut dia, pemerintah pusat dapat melakukannya tanpa memprioritaskan pengusaha taksi atau angkutan umum berbadan hukum lainnya yang memiliki latar belakang perusahaan. "Apalagi, suatu perusahaan atau badan hukum yang didirikan selalu bertujuan bisnis," katanya. Demikian catatan online Blogger Nekad tentang Rencana pemerintah.